Jenis-jenis Fasilitas KITE Bea Cukai
Jenis Fasilitas KITE
Fasilitas KITE atau Kemudahan Impor Tujuan Ekspor ini terbagi menjadi dua jenis, hal ini sudah di atur dalam peraturan menteri keuangan.
Berikut adalah jenis fasilitas KITE:
1. Fasilitas KITE Pembebasan
Jenis Fasilitas KITE pembebasan adalah keringanan terhadap Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Impor tidak dipungut untuk impor bahan baku yang akan diolah dirakit, dipasang, dan hasil produksinya lalu di ekspor.
Dalam KITE Pembebasan, Bea Masuk dan pajak yang terutang pada saat impor barang dapat ditutup dengan jaminan.
Saat barang impor sudah selesai diolah dan diekspor, jaminan akan dikembalikan.
KITE Pembebasan ini awalnya diatur dalam PMK Nomor 254/PMK.04/2011, yang kemudian diubah dengan PMK Nomor 176/PMK.04/2013.
Fasilitas KITE Pembebasan ini meliputi pula PPnBM (Pajak Penjualan Bawang Mewah).
Dalam 176/PMK.04/2013 disebutkan yang dimaksud dengan pembebasan adalah tidak dipungutnya bea masuk, PPN atau PPnBM yang terutang atas impor bahan baku tersebut.
Bukan hanya itu, pengeluaran bahan baku dalam rangka subkontrak juga tidak kena PPN atau PPnBM. Begitu pula saat barang subkontrak tersebut dimasukkan kembali ke perusahaan.
Baca juga : https://softwareboa.com/fasilitas-kite-pembebasan/
2. Fasilitas KITE Pengembalian
Jenis Fasilitas KITE pengembalian adalah Pengembalian Bea Masuk atas impor bahan baku untuk dirakit, diolah, dipasang dan hasil produksinya diekspor.
Bea Masuk yang dimaksud adalah bea tambahan. Contohnya:
1) Bea Masuk Pembalasan
2) Bea Masuk Anti-dumping
3) Bea Safeguard
4) Bea Masuk Imbalan
KITE Pengembalian sendiri telah diatur dalam PMK No. 253/PMK.04/2011.
Dalam KITE Pengembalian, perusahaan diwajibkan membayar bea masuk dan pajak dalam rangka impor saat pengajuan PIB. Pembayaran ini nantinya dapat dimintakan pengembalian setelah dilakukan realisasi ekspor atas PIB tersebut.
Baca juga : https://softwareboa.com/penjelasan-lengkap-fasilitas-kite-pengembalian-dari-dirjen-bea-cukai/
Tidak Berlaku untuk Lartas
Fasilitas ini tiidak membebaskan lartas sebagaimana fasilitas Kawasan Berikat.
Lartas adalah barang yang dilarang dan/atau dibatasi pemasukan atau pengeluarannya ke dalam maupun dari daerah pabean.
Impor yang menggunakan fasilitas tetap wajib memenuhi perizinan yang diperlukan, baik itu lartas border maupun lartas post border.
Dalam PMK 176/PMK.04/2013 disebutkan untuk impor bahan baku diberlakukan ketentuan umum di bidang impor, termasuk perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan atau pembatasan impor.
Untuk impor bahan baku yang dikenakan cukai, juga diberlakukan ketentuan sesuai perundang-undangan di bidang cukai.
Hal yang sama berlaku untuk bea keluar, jika hasil produksi merupakan barang yg dikenakan bea keluar maka perusahaan harus membayar juga bea keluar atas ekspor produknya.
Batas Waktu Penggunaan
Sesuai ketentuan dalam kepabeanan, penggunaan fasilitas KITE hanya dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal importasi.
Jika perusahaan melakukan impor dengan memanfaatkan fasilitas ini maka barang yang diimpor tersebut harus segera diekspor dalam jangka waktu 1 tahun dari tanggal importasi
Jangka waktu ini bisa dilonggarkan menjadi lebih dari 12 bulan jika perusahaan memiliki masa produksi lebih dari 12 bulan.
Tak hanya itu, perusahaan juga boleh mengajukan perpanjangan waktu lagi. Hanya saja, harus diajukan sebelum masa waktu yang ditetapkan berakhir.
DJBC akan mengabulkan kelonggaran waktu dalam hal:
1) Ada penundaan ekspor dari pembeli di luar negeri
2) Ada pembatalan ekspor atau penggantian pembeli di luar negeri
3) Terjadi bencana alam atau hal yang diluar dugaan (force majeure).
Ancaman Sanksi Pelanggaran Penggunaan
Lantaran fasilitas ini adalah pembebasan atau keringanan bea masuk dan berdampak pada pajak pula, maka perusahaan yang melakukan penyalahgunaan fasilitas ini siap-siap dikenai sanksi tegas oleh pemerintah.
Apa saja sanksi bagi perusahaan yang melanggar penggunaan?
Perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan pembebasan atau keringanan bea masuk, maka perusahaan itu wajib membayar bea masuk yang terutang.
Kedua, perusahaan yang ketahuan melakukan pelanggaran juga akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar paling sedikit 100% atau paling banyak 500% dari total bea masuk yang seharusnya dibayarkan.
Contoh pelanggaran yang pernah terjadi adalah memperjualbelikan bahan baku yang diimpor menggunakan fasilitas ini, padahal seharusnya diproduksi dulu – baru kemudian diekspor ke negara-negara tujuan.